Exhibition Nalitari 2019: Sebuah Tuturan dari Penari

Ekshibisi Nalitari adalah sebuah presentasi hasil workshop metode tari inklusi karya Nalitari yang dihadirkan dengan nuansa artistik dan edukatif. Tahun ini merupakan tahun keempat penyelenggaraan dan melibatkan penari dari berbagai latar belakang pendidikan, sosial budaya dan kemampuan. Adapun acara ini diadakan di Auditorium IFI Lembaga Indonesia Perancis Sagan, Yogyakarta pada Jumat, 18 Oktober 2019.

Berkaitan dengan visi Nalitari untuk menginspirasi perubahan sikap terhadap keberagaman manusia, eksibisi ini pun diharapkan mampu memberikan kesan dan pesan konstruktif bagi setiap insan yang terlibat atau menyaksikan. Salah satunya tentu kami harapkan datang dari peserta workshop karena mereka telah mengikuti proses yang cukup intens, mulai dari workshop sampai pementasan.

Berikut adalah sebuah catatan tentang eksibisi Nalitari yang ditulis oleh Sri Wahyaningsih, pendiri Sanggar Anak Alam, yang juga menjadi peserta Workshop Nalitari 2019.

2 (1 of 1)
Sri Wahyaningsih menari di repertoar ‘Banyu’ dalam Eksibisi Keempat Nalitari, 18 Oktober 2019 lalu.

Berangkat dari kekaguman saya pada pertunjukan dua tahun yang lalu, akhirnya saya ‘nyemplung’ ke komunitas ini komunitas tari Nalitari. Konsep yang diusung indah sekali, menerima keberagaman dan percaya semua orang bisa menari apapun kondisi mereka. Semua orang butuh panggung untuk mengekspresikan diri. Baik yang autistik, Down syndrom, tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita dan tuna-tuna yang lainnya, semua membutuhkan ruang ekspresi.

Tidak banyak lembaga atau masyarakat yang bisa menerima mereka dengan tulus ikhlas. Nalitari mungkin satu satunya komunitas tari yang bisa memberi ruang kepada mereka dengan merdeka (yang saya ketahui).

Ini adalah sebuah upaya untuk mewujudkan masyarakat inklusi, masyarakat yang terbuka menerima keberagaman menuju masayarakat yang hidup dalam kerukunan dan kedamaian. 

Dalam usia saya yang tidak muda lagi saya mencoba masuk untuk mendapatkan “rasa”, kebersamaan, menjalin komunikasi dengan penuh keikhlasan dan cinta kasih dan ternyata saya mendapatkan rasa itu.

Repertoar Panca Kandha 2 yang dipentaskan tadi malam (18/10) sungguh menghantarkan kami makin memahami bahwa keharmonisan, keindahan dapat tercipta karena ada keikhlasan menerima semua apa adanya.

Terima kasih yang setulus-tulusnya kami sampaikan kepada Komunitas Nalitari yang telah menerima saya sebagai peserta tertua. Terima kasih juga kepada para penonton yang telah mengapresiasi dengan bahagia. Mari kita mulai dari diri kita sendiri mewujudkan masyarakat yang rukun damai.

EXHIBITION1 (20 of 115)
Sri Wahyaningsih, wanita kelahiran Klaten 19 Desember 1961 yang akrab disapa Bu Wahya. Ibu Wahya adalah pendiri dan pengelola Sanggar Anak Alam Nitiprayan, Bantul. Selain itu Ibu Wahya juga aktif menulis dan mengisi seminar mengenai pendidikan. Beberapa penghargaan pernah diterima, salah satunya “Wardah Inspiring Women Award”.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s